Senin, 22 Mei 2017

STORY OF A BAD GIRLS

Hari ini benar-benar menjadi hari yang paling banyak masalah dalam hidupku. Sejak pagi aku sudah kena masalah kedisiplinan, mau bilang melanggar aku nggak merasa tapi mau membela diri juga aku ada di posisi yang salah. Aku tidak melepas salah satu badge yang harusnya harus dilepas, sesuai dengan peraturan baru. Why? Karena to be honest, aku bener-bener nggak tau kalau itu harus dilepas. Kalau ada yang tanya, kok ndak tanya temenmu? Aku seorang diri di kosan, I have no one to talk to because im living alone dan pagi itu adalah hari pertama pakai ‘seragam khusus’ itu. Ya, jika dipikir mungkin alasanku rasional, tapi yang namanya salah tetap salah. Tidak ada alasan apapun yang dibenarkan jika aturan harus ditegakkan.
Aku menjalani hukumanku sambil senyum, meski physically capek atau sakit. Padahal aturannya, nggak ada orang yang dihukum itu boleh senyum-senyum karena pasti dikira mengejek atau ‘guyon’. Well, aku sama sekali nggak ada niatan merendahkan, mengejek, atau tidak serius dengan hukuman itu. Senyumku adalah usahaku untuk menerima kesalahan, menghibur diriku sendiri, memaafkan diriku sendiri, dan menjalani hukuman dengan senang, ikhlas, not stress.
Kesalahanku paling fatal berikutnya membuatku disuruh KELUAR KELAS.
Iya, keluar kelas 😊
Malu? Gausah ditanya.
Merasa bersalah? Sudah pasti.
Apalagi aku orangnya sangat ‘mikiran’. Ini adalah pertama kali dalam hidupku aku disuruh keluar kelas. Kebangetan ya? Jangan bilang iya, karena aku sudah cukup merasa depressed. Aku juga nggak ngerti, kok bisa ya? Penyeselan selalu datang di akhir tapi accused apapun kurasa nggak akan membuat keadaan berubah. Penasaran ya kenapa seorang Anistia sampe disuruh keluar kelas?
Karena aku manusia. Aku ndak selalu benar. Aku lemah. Aku hina. Kadang aku lupa, sering khilaf, merasa biasanya sudah melakukan hal yang benar. Well, singkat cerita aku duduk di sebelah orang yang dulu mungkin dianggap bermusuhan denganku dan yang kini justru menjadi salah satu orang yang dekat denganku dan saat itu kami duduk di bangku paling depan. Kesalahan itu dimulai sejak dia mengirimkan kertas padaku, bercerita tentang materi yang didapat saat itu, dan aku menjawabnya, menjelaskan secara singkat melalui kertas tersebut, nothing wrong, sampai pembicaraan melalui surat-suratan itu membuatku ingin ketawa karena ia bercerita sedang sariawan di lidah yang membuatnya sering mengangkat bibir seperti senyum.
Orang yang mengenalku dekat mungkin tahu kalau imajinasiku kadang liar, I laugh at something that others think not funny, atau kadang aku ketawa saat yang lain sudah selesai ketawa (telat alias lemot). Dan ternyata dosen saat itu merasa tersinggung. Beliau mengamati kami yang surat-suratan dan sedikit senyum-senyum sendiri. Beliau merasa kami menertawakan beliau atau materi yang disampaikannya. Padahal, in fact, not at all. Perasaan tersinggung itu berujung pada ultimatum untuk menyuruh kami keluar dari kelas atau beliau yang keluar. Aku berusaha meminta maaf tetapi di tolak. Ya aku sadar, kegiatanku memang tidak sopan, mau tidak mau aku harus menerima kalau aku salah. But I try to stay calm, meskipun aku merasa “OMG, what are you doing, Anistia? Youve already twenty two!!” Kami yang merasa bersalah jelas sadar diri untuk angkat kaki dari kelas, dengan sangat menyesal dan berat hati.
Kamipun memutuskan untuk stay di toilet, nggak tau mau ngapain, dan merencanakan skenario untuk meminta maaf dengan cara yang benar. Meskipun aku tau, meminta maaf doesnt solve problems. Setelah pelajaran usai, kami berlari menemui ibu dosen, menjelaskan duduk permasalahan dan mengaku bersalah. Aku menekankan untuk meminta tugas tambahan atau hukuman untuk kami berdua, atau paling parahnya angka kesalahan (akes) *padahal ultimate goals-ku adalah nggak dapat akes sampai lulus dan jadi lebih pendiam termasuk di kelas hehe*. Kami pun menyatakan kesanggupan kami untuk sanggup menerima konsekuensi tanpa melibatkan anggota kelas lain yang tidak bersalah. Saya sama sekali nggak ingin jadi beban bagi orang lain, tapi ini malah jadi trouble makers dan ini bukan yang pertama kalinya *jika kamu pernah baca postinganku sebelumnya mungkin kamu tahu*.
Alhadulillah, maha baik Allah, si ibu dosen sama sekali tidak berpikir untuk memberikan tugas tambahan atau akes pada kami. Cukup dikeluarkan dari kelas adalah menjadi pelajaran bagi kami. Disitu aku merasa lega dan bahagia, sekaligus merasa beban dan dosa. Aku benar-benar merasa menjadi bad girls hari ini. Dan yap, im crying at home and have no one talk to, except Allah dan laptop dan kamu yang mungkin dikasih kesempatan untuk bisa baca postingan ini. Ingin banget cerita sama ibuk tapi takut jadi beban pikiran, bukan membanggakan malah memalukan. Padahal aku sedang butuh tempat cerita banget, tapi gatau siapa. Lagi butuh ibuk banget disampingku dan aku yang ga kuat akhirnya chat ibuk:
Me         : “Mam, aku kangen. Aku pengen pulang. Maafin aku belum bisa buat pean bangga”
Mom     : “Lo... kenapa? Ada apa?”
                *I dont reply*
            Mom     : “Terus kalau di rumah nganggur lama mau ngapain?”
            Mom     : “Lagi apa sekarang?”
            Mom     : “Semangatlaaah”
                *calling me 4 times*
            Mom     : “Ibu sama ayah kesana ta?”
                *dan aku malah menangis sejadi-jadinya. Ya Allah, terimakasih sudah mengirim ibu dan ayah buat jadi orangtuaku*
                *but i still not reply and crying on my prayer*
                *and my mom keep calling me until 2 hours later but i dont answer, still crying*
Some may say, kalau postingan-postingan aku inspiratif, tapi secara nggak sadar akulah yang membuat orang-orang berpikir dan berkata demikian terhadapku. Jadi disamping berniat sharing, mungkin ada rasa jumawa yang secara sengaja atau nggak sengaja terselip didalamnya. Aku tidak sebaik yang kau ucapkan, tapi aku juga tidak seburuk yang terlintas di hatimu (Ali Bin Abi Thalib). Jika biasanya aku share cerita menyenangkan, motivasi, tips atau hal positif lainnya. Maka izinkan kali ini aku bercerita tentang salahku. Agar kalian tidak melakukan hal yang sama. Agar aku tidak merasa menjadi orang baik. Agar aku ingat kalau aku manusia biasa, yang sangat lemah, yang tidak ada apa-apanya jika bukan karena kuasaNya. Agar aku tidak sekalipun berpikir bahwa aku lebih baik dari si A atau lebih buruk dari si B. Agar ini bisa menjadi pengingat bahwasanya Allah-lah yang baik dan paling baik. Terimakasih Ya Rabb untuk pembelajaran hari ini. Ini menjadi pembelajaran yang sangat berkesan. Terimakasih Ya Rabb untuk kembali menunjukkan betapa besarnya rasa sayang ibuk ke anaknya. Terimakasih ya Rab untuk mengirim ibuk jadi ibuku. Semoga kesehatan, kebahagiaan selalu tercurahkan untuk ibu dan ayahku. Semoga kekuatan dan rasa tenang kembali kau hadiahkan untukku. Semoga kesalahan ini bisa menjadi pembelajaran bagi yang membacanya.

Ponbet, 22 Mei 2017
Dari anakmu yang sedang sendu,


Anistia

2 komentar: