Hari
ini benar-benar menjadi hari yang paling banyak masalah dalam hidupku. Sejak
pagi aku sudah kena masalah kedisiplinan, mau bilang melanggar aku nggak merasa
tapi mau membela diri juga aku ada di posisi yang salah. Aku tidak melepas
salah satu badge yang harusnya harus
dilepas, sesuai dengan peraturan baru. Why?
Karena to be honest, aku bener-bener
nggak tau kalau itu harus dilepas. Kalau ada yang tanya, kok ndak tanya
temenmu? Aku seorang diri di kosan, I
have no one to talk to because im living alone dan pagi itu adalah hari
pertama pakai ‘seragam khusus’ itu. Ya, jika dipikir mungkin alasanku rasional,
tapi yang namanya salah tetap salah. Tidak ada alasan apapun yang dibenarkan
jika aturan harus ditegakkan.
Aku menjalani
hukumanku sambil senyum, meski physically
capek atau sakit. Padahal aturannya, nggak ada orang yang dihukum itu boleh
senyum-senyum karena pasti dikira mengejek atau ‘guyon’. Well, aku sama sekali nggak ada niatan merendahkan,
mengejek, atau tidak serius dengan hukuman itu. Senyumku adalah usahaku untuk menerima
kesalahan, menghibur diriku sendiri, memaafkan diriku sendiri, dan menjalani
hukuman dengan senang, ikhlas, not
stress.
Kesalahanku
paling fatal berikutnya membuatku disuruh KELUAR KELAS.
Iya, keluar kelas 😊
Malu?
Gausah ditanya.
Merasa bersalah? Sudah pasti.
Apalagi aku orangnya sangat ‘mikiran’.
Ini adalah pertama kali dalam hidupku aku disuruh keluar kelas. Kebangetan ya? Jangan
bilang iya, karena aku sudah cukup merasa depressed.
Aku juga nggak ngerti, kok bisa ya? Penyeselan selalu datang di akhir tapi accused apapun kurasa nggak akan membuat
keadaan berubah. Penasaran ya kenapa seorang Anistia sampe disuruh keluar
kelas?
Karena
aku manusia. Aku ndak selalu benar. Aku lemah. Aku hina. Kadang aku lupa,
sering khilaf, merasa biasanya sudah melakukan hal yang benar. Well, singkat cerita aku duduk di sebelah
orang yang dulu mungkin dianggap bermusuhan denganku dan yang kini justru
menjadi salah satu orang yang dekat denganku dan saat itu kami duduk di bangku
paling depan. Kesalahan itu dimulai sejak dia mengirimkan kertas padaku,
bercerita tentang materi yang didapat saat itu, dan aku menjawabnya,
menjelaskan secara singkat melalui kertas tersebut, nothing wrong, sampai pembicaraan melalui surat-suratan itu
membuatku ingin ketawa karena ia bercerita sedang sariawan di lidah yang
membuatnya sering mengangkat bibir seperti senyum.
Orang yang mengenalku dekat
mungkin tahu kalau imajinasiku kadang liar, I
laugh at something that others think not funny, atau kadang aku ketawa saat
yang lain sudah selesai ketawa (telat alias lemot). Dan ternyata dosen saat itu
merasa tersinggung. Beliau mengamati kami yang surat-suratan dan sedikit
senyum-senyum sendiri. Beliau merasa kami menertawakan beliau atau materi yang
disampaikannya. Padahal, in fact, not at
all. Perasaan tersinggung itu berujung pada ultimatum untuk menyuruh kami
keluar dari kelas atau beliau yang keluar. Aku berusaha meminta maaf tetapi di
tolak. Ya aku sadar, kegiatanku memang tidak sopan, mau tidak mau aku harus
menerima kalau aku salah. But I try to
stay calm, meskipun aku merasa “OMG,
what are you doing, Anistia? Youve already twenty two!!” Kami yang merasa
bersalah jelas sadar diri untuk angkat kaki dari kelas, dengan sangat menyesal
dan berat hati.
Kamipun
memutuskan untuk stay di toilet,
nggak tau mau ngapain, dan merencanakan skenario untuk meminta maaf dengan cara
yang benar. Meskipun aku tau, meminta maaf doesnt
solve problems. Setelah pelajaran usai, kami berlari menemui ibu dosen,
menjelaskan duduk permasalahan dan mengaku bersalah. Aku menekankan untuk
meminta tugas tambahan atau hukuman untuk kami berdua, atau paling parahnya
angka kesalahan (akes) *padahal ultimate
goals-ku adalah nggak dapat akes sampai lulus dan jadi lebih pendiam
termasuk di kelas hehe*. Kami pun menyatakan kesanggupan kami untuk sanggup
menerima konsekuensi tanpa melibatkan anggota kelas lain yang tidak bersalah. Saya
sama sekali nggak ingin jadi beban bagi orang lain, tapi ini malah jadi trouble makers dan ini bukan yang
pertama kalinya *jika kamu pernah baca postinganku sebelumnya mungkin kamu
tahu*.
Alhadulillah,
maha baik Allah, si ibu dosen sama sekali tidak berpikir untuk memberikan tugas
tambahan atau akes pada kami. Cukup dikeluarkan dari kelas adalah menjadi
pelajaran bagi kami. Disitu aku merasa lega dan bahagia, sekaligus merasa beban
dan dosa. Aku benar-benar merasa menjadi bad girls hari ini. Dan yap, im crying at home and
have no one talk to, except Allah dan laptop dan kamu yang mungkin dikasih
kesempatan untuk bisa baca postingan ini.
Ingin banget cerita sama ibuk tapi takut jadi beban pikiran, bukan
membanggakan malah memalukan. Padahal aku sedang butuh tempat cerita banget, tapi gatau siapa. Lagi butuh ibuk banget disampingku
dan aku yang ga kuat akhirnya chat ibuk:
Me : “Mam, aku kangen. Aku pengen pulang. Maafin
aku belum bisa buat pean bangga”
Mom : “Lo... kenapa? Ada apa?”
*I dont reply*
Mom : “Terus
kalau di rumah nganggur lama mau ngapain?”
Mom : “Lagi
apa sekarang?”
Mom : “Semangatlaaah”
*calling me 4 times*
Mom : “Ibu
sama ayah kesana ta?”
*dan aku malah menangis sejadi-jadinya. Ya Allah,
terimakasih sudah mengirim ibu dan ayah buat jadi orangtuaku*
*but i still not reply and crying on my prayer*
*and my mom keep calling me until 2 hours later but i
dont answer, still crying*
Some may say, kalau postingan-postingan
aku inspiratif, tapi secara nggak sadar akulah yang membuat orang-orang
berpikir dan berkata demikian terhadapku. Jadi disamping berniat sharing, mungkin ada rasa jumawa yang secara
sengaja atau nggak sengaja terselip didalamnya. Aku tidak sebaik yang kau ucapkan, tapi aku juga tidak seburuk yang
terlintas di hatimu (Ali Bin Abi Thalib). Jika biasanya aku share cerita
menyenangkan, motivasi, tips atau hal positif lainnya. Maka izinkan kali ini
aku bercerita tentang salahku. Agar kalian tidak melakukan hal yang sama. Agar
aku tidak merasa menjadi orang baik. Agar aku ingat kalau aku manusia biasa,
yang sangat lemah, yang tidak ada apa-apanya jika bukan karena kuasaNya. Agar aku
tidak sekalipun berpikir bahwa aku lebih baik dari si A atau lebih buruk dari
si B. Agar ini bisa menjadi pengingat bahwasanya Allah-lah yang baik dan paling
baik. Terimakasih Ya Rabb untuk pembelajaran hari ini. Ini menjadi pembelajaran
yang sangat berkesan. Terimakasih Ya Rabb untuk kembali menunjukkan betapa
besarnya rasa sayang ibuk ke anaknya. Terimakasih ya Rab untuk mengirim ibuk
jadi ibuku. Semoga kesehatan, kebahagiaan selalu tercurahkan untuk ibu dan
ayahku. Semoga kekuatan dan rasa tenang kembali kau hadiahkan untukku. Semoga kesalahan
ini bisa menjadi pembelajaran bagi yang membacanya.
Ponbet, 22 Mei 2017
Dari anakmu yang sedang
sendu,
Anistia
ðŸ˜ðŸ˜ðŸ˜
BalasHapusHehe hidup tidak selalu mulus bang
Hapus