Nama ust. Felix Siauw santer terdengar belakangan tahun ini
dan hits banget di kalangan muda
kekinian. Namanya mengemuka saat beliau menerbitkan bukunya yang berjudul
“Udah, Putusin Aja!”. Terbukti, katanya sih
banyak yang putus setelah itu haha. Tulisannya yang faktual dan nyaman
dibaca membuat tulisannya seringkali menjadi langganan muda kekinian. Saya pun pernah
ikut demam dan haus membaca ilmu yang selama ini seringkali menjadi second priority karena hectic urusan duniawi (kampus dan
organisasi). Hari demi hari, seiring semakin seringnya saya membaca
tulisan-tulisan ust. Felix entah di artikel, facebook, atau buku, saya beberapa
kali merasakan adanya ketidakcocokan. Terlebih saat beliau tidak setuju dengan
bentuk negara kita, pancasila, domokrasi, beserta kawan-kawannya, seakan
menfatwa haram, sudah malah. Beliau lebih prefer
kita hidup dengan ke-khalifahan.
Hingga pada akhirnya, saya menemukan buku
“Dear Felix Siauw, Sekedar Koreksi Biar Enggak Sesat Persepsi” karangan M.
Sulthan Fatoni. Buku ini tidak mengatakan semua yang disampaikan oleh ust.
Felix salah namun kebiasaan menfatwa
ini itu haram ituah yang perlu digarisbawahi dan seringkali membuat beberapa
ulama gigit jari, katanya. Buku ini cukup membuat saya berpikir keras untuk dapat
memahami penjelasannya yang begitu metodologis serta membuat saya sering-sering
googling karena banyak sekali bahasa
arab atau istilah yang tercantum tanpa disertai dengan pengertian. Namun sejauh
ini ilmu yang saya ‘curi’ dari buku ini begitu banyak, wawasan saya terbuka.
Bagus banget, recommended!
Sebagai seorang publik figur, Felix Siauw, memiliki pengaruh
yang besar bagi masyarakat sehingga jika tidak ada koreksi seperti yang
disampaikan dalam buku ini maka akan timbul banyak salah kaprah. Salah kaprah
tersebut menjadi bahaya karena agama merupakan hal yang sentimentil di kalangan
masyarakat kita. Jika dibiarkan, kesalahan pandang seperti itu dapat menggiring
pemikiran masyarakat hanya menuju pada satu titik. Inilah hal yang
dikhawatirkan para ulama. Tidak hanya M. Sulthan Fatoni, sebelumnya saya sudah seringkali
mendengar adu argumen yang melibatkaan ust Felix. Hingga tak heran kini ada
kalangan yang beranggapan bahwa ajaran ust. Felix itu ajaran garis keras. Wallahu a’lam.
Namun hal tersebut tidak serta merta membuat saya kontra dan
menentang pandangan ust. Felix. Toh
beliau juga saudara seiman saya dan tidak bisa dipungkiri bahwa buku-buku
beliau memiliki dampak yang besar terhadap remaja kini. Serius, saya seringkali
mendengar banyak muda-mudi yang akhirnya memutuskan pacarnya setelah baca buku
beliau. Keren kan? Haha. Beliau juga manusia jadi wajar menurut saya jika
berbuat kesalahan. Namun ada beberapa
hal yang sangat krusial dan sangat perlu mendapat klarifikasi atau perbaikan.
Agar tak banyak yang salah kaprah pastinya.
Terkait hijab, di buku ini juga dijelaskan masalah hijab yang
seringkali menjadi kontroversi mengingat batasan ‘aurat’ masih menjadi perbincangan
di kalangan ulama. Bahkan Quraish Shibab, seorang cendikiawan muslim dalam
ilmu-ilmu Al-Qur’an dan juga bapak dari presenter kondang, Najwa Shihab, juga
mengamini hal tersebut. Untuk metodologis dan penjelasan lebih lanjut kamu
dapat membaca bukunya agar informasi yang kamu peroleh dapat menyeluruh dan
tidak setengah-setengah. Saat pertama kali kamu baca part ini, kamu akan tahu asal mula hijab dan teorema
pengaplikasiannya sehari-hari. Pengertian hijab sebenarnya, yang selama ini
saya merasa salah, dan saya yakin akan banyak orang yang merasa seperti saya. You better to read it, okay?
Saya hanya ingin membuka pemikiran anda, bahwa Islam masuk ke
Indonesia bukan sebagai budaya tetapi
agama. Saya menulis ini sebagai review saya pribadi sekaligus mungkin
referensi bagi kamu jika ingin membaca buku. Saya menulis juga karena saya seringkali
menjumpai banyak orang yang mulai fanatik dan kaku sehingga fatwa haram, haram, haram dengan mudahnya
dilabelkan. Sungguh terlalu saya bilang. Lebih lanjut, sering juga saya jumpai
momen yang menjadikan agama sebagai barang komersill, ini syar’i itu syar’i,
sehingga tak jarang yang menjadikannya hanya sebagai komoditi. Padahal tidak
pernah ada ketentuan yang tertera seperti itu.
Namun sekali lagi semua itu pilihan dan saya bukan bermaksud
menyalahi pihak-pihak tertentu. Namun alangkah baiknya jika kita belajar agama
tidak sebagai doktrinasi seperti
yang sering diajarkan selama ini. Karena keimanan itu didapat melalui
pengertian, and it slowly will grow into
belief. Mohon koreksi dan ayo belajar! ^^
artinya kamu sudah tidak taklid buta lagi,gali terus, cari referensi terus hingga mbak paham artinya perbedaan pendapat dalam agama...
BalasHapusWarbiasaaah dikomen ustadz wkwk
HapusInsyaAllah :"