Selasa, 17 Maret 2015

Bukan Hijabnya Tapi Akhlaknya




Banyak ahli pikir menafsirkan makna hijab, ada yang bilang yang penting hatinya dulu itu dijilbabin, namun kebanyakan mengartikan hijab dengan makna denotasinya yaitu untaian kain yang dijulurkan menutupi dada. Bukan tanpa maksud, ya memang aurat wanita adalah daya tarik seorang wanita, kaum adam pasti juga mengiyakannya. Karena itu Allah ciptakan segala bentuk aturan untuk menjaga kehormatan seorang hawa dan membuatnya nampak lebih berharga. Bagi saya.....
Hiijab itu pelindung. Pelindung dari peluang munculnya segala tindak kriminalitas, bukan hanya dari kecentilan tangan beberapa adam yang kurang ilmunya, namun pelindung dari munculnya hawa nafsu pribadi yang mengenakannya, pelindung segala aspek batiniyah seorang hawa. Secara lahiriyah, hijab adalah pelindung kepala wanita dari semakin teriknya sinar matahari akibat murkanya alam semesta karena ulah sebagian besar khalifah bumi tercinta. Selain itu hijab juga merupakan pelindung dari radikal bebas, debu, dan polusi.
Hijab itu filter. Filter untuk memilih hal-hal yang baik aja, baik buat diri sendiri atau orang lain. Sehingga Allah pasti memilih hal-hal yang baik juga, misalnya pekerjaan yang baik-baik karena kita justru disupport dengan hijab kita bukan malah menyuruh kita menanggalkannya, jodoh yang baik-baik karena dia mengerti bagaimana memilih calon yang baik juga untuknya, sehingga kedepannya in shaa Allah rumahtangga yang baik-baik juga karena pembentukannya dimulai dengan niatan yang baik pula, tak sekedar nafsu melihat apa-apa yang bisa dilihat seperti paras, ilmu, atau harta tetapi lebih kepada akhlaknya. Rumahtangga yang in shaa Allah bisa menuntun kita pada jannah.
Hijab itu jati diri. Bunga mawar tak dapat disebut mawar tanpa durinya, bunga melati tak dapat disebut melati tanpa aroma khasnya, begitu pula wanita, wanita tak dapat disebut wanita tanpa hijabnya dalam pandangan Islam. Itulah esensi jati diri, sesuatu yang membedakan kita dengan yang lain, sesuatu yang identik dengan ciri khas kita, sesuatu yang membuat kamu dikenal dengan kamu dan aku dikenal dengan aku.
Seperti yang jamak tahu, hijab kini juga sedang tren di pasaran, entah memang niat karena Ilahi atau sekedar ingin model-modelan, meniru seseorang, ingin memenuhi keinginan pacar atau suami, atau bahkan sekedar ingin menutupi hal yang dianggapnya memalukan. Hingga pernah suatu ketika saya mendengar istilah hijab NU, Nutupin Uban, mungkin masih wajar. Namun ada lagi yang berhijab karena merupakan keinginan pacar atau suami, iya kalau pacar atau suaminya selalu ada bersamanya, kalau sudah putus? cerai (naudzubillah)? Ya kebanyakan memilih untuk menanggalkan hijabnya. Lebih miris kan? Atau mungkin sekedar mengikuti mode yang lagi in di pasaran, hingga muncullah istilah “itu jilbab apa jilboobs?” Astaghfirullahhaladzim.
Ada juga yang sudah memakai hijab yang panjang lebar yang istilahnya hampir menutupi setengah badan, eh ternyata selingkuh juga waktu nikah, eh gatau kapan melakukan dan dimana taunya hamil di luar nikah, eh ternyata dia lesbian, eh doyan “uang” juga (read:korupsi), atau seperti yang paling horor di masyarakat, eh taunya dia teroris. Astaghfirullahhaladzim. Hal tersebut akhirnya tak jarang menimbulkan cemooh di masyarakat, memandang miring mereka yang mengenakan hijab, menganggap hijab hanya sebagai penutup “aibnya”.
Ada lagi cerita yang terlalu fanatik dengan aliran yang dianutnya, akhirnya mereka memandang orang lain salah dan hanya aku yang benar. Memandang semua orang yang tidak melakukan apa yang dia lakukan sebagai perbuatan dosa, sedikit-dikit judge orang dosa, syirik, kafir, dll. Hingga pada akhirnya menimbulkan perselisihan, perbedaan pendapat yang berujung kisruh. Miris sungguh miris melihat saudara/i seiman bukan malah saling mendukung, malah berdebat, mencari kekurangan dan menyalahkan satu sama lain.
Saya jadi ingat cerita ketika Rasulullah dengan sabar menyuapi seorang wanita kafir yang buta, yang selalu memaki, mencerca, dan mengutuk Muhammad, namun beliau tetap menyuapi wanita paruh baya tersebut setiap hari meskipun beliau tahu wanita itu salah, salah karena dia adalah seorang yang kafir. Hingga suatu ketika Baginda Rasulullah wafat, wanita tersebut baru menyadari jika yang menyuapinya selama ini tak lain adalah Rasulullah dan seketika beliau memeluk islam. Subhanallah, merinding tiap kali saya mengingat cerita itu, bagaimana Rasulullah mencontohkan keteladanan tanpa ingin dianggap teladan, konsisten berdakwah namun tak pernah memaksa. Itu yang menurut saya perlu digarisbawahi dari cara dakwah kalangan kini, dakwah itu bukan memaksa namun dakwah itu merangkul, meluluhkan, dan membuka hati nurani saudara/i kita, seiman maupun tidak.
Ada yang kemudian bahkan berani mengkomersilkan agama, mungkin sepintas dia nampak begitu islami dengan jilbab yang menjuntai panjang dan dakwah yang senantiasa tersiar namun ternyata itu adalah kedok semata. Pernah ada suatu kasus, bilangnya sih bisnis ala Rasulullah dan bisa menjadikannya hartawan dalam waktu yang terbilang singkat selama mereka mau menginvestasikan hartanya untuk bisnis tersebut. Akhirnya banyak orang yang yang tergiur dengan bisnis tersebut. Awal-awalnya sih berjalan lancar, investasinya terlihat begitu menguntungkan bahkan ada yang rela menginvestasikan lebih. Namun selama selang waktu beberapa bulan, sudah tercium ketidakberesan dalam bisnis tersebut hingga pada akhirnya uang investasi tersebut dibawa kabur. Sekali lagi agama dijadikan dasar yang hanya dijadikan bisnis hitam. Apa ini bukan disebut dengan mengkomersilkan agama? Naudzubillah.
Kasus-kasus diatas tak jarang berimbas pada pandangan sebagian masyarakat yang tak lagi memandang hijab sebagai sebuah ketaatan, sebagian ada yang justru berpandangan miring terhadapnya. Bahkan di beberapa negara di luar negeri, wanita yang berhijab dipandang berbahaya, tak hanya hijab justru juga agamanya, islam dipandang sebuah agama yang radikal, yang identik dengan terorisme. Ya nggak menyalahkan juga karena fakta di lapangannya memang begitu. Makanya nggak usahlah kita menjudge sedikit-dikit dosa, istilahnya baru bisa baca Al-Qur’an sedikit saja gayanya sudah luar biasa, baru pake hijab tertutup saja sudah merasa ustadzah mulia.
Salah besar jika selama ini orang mengklaim, “padahal berhijab tapi kelakuannya kok....” Bukan hijabnya yang salah tetapi akhlaknya. Sahabat fillah, perlu diingat jika hijab adalah kewajiban kita sebagai wanita muslim yang berusaha menjalankan syariatNya namun akhlak masing-masing orang ya tergantung orangnya sendiri, bagaimana kepribadiannya, bagaimana niatannya, dan yang lebih utama seberapa kadar imannya. Tak ada yang pernah tahu kadar keimanan seseorang, kecuali Dia, Allah Sang Maha Pencipta Segalanya. Maka dari itu, janganlah kita merasa lebih benar diantara saudara yang lainnya, seiman ataupun tidak. Karena nanti ujung-ujungnya juga hanya memunculkan egoisme masing-masing aliran atau bahkan agama. Memperbaiki diri, menata hati, menjaga konsistensi, itu lebih berarti.

0 komentar:

Posting Komentar