Adalah mereka, pengasuh
kecil saya yang akrab saya panggil “emak” dan “mbahkung”. Tuhan mengirimkan dua
orang malaikat ini sejak kurang lebih 21 tahun yang lalu. Mereka adalah orang
yang begitu menyayangi saya, meskipun kami tidak sedikitpun terikat oleh darah.
Jika rasa sayang mereka bisa diukur, maka alat pengukur tersebut akan rusak
karena rasa ini infinity
Adalah
mereka, emak dan mbahkung, yang tak sekedar menjalankan formalitasnya sebagai
pengasuh anak namun sudah menjadi orang tua baru bagi kami (aku dan adik-adikku).
Mereka tak hanya ada dalam memori masa kecilku namun juga hadir seiring tumbuh
kembangku hingga kini, hingga aku sudah bisa dikategorikan dewasa
Adalah
mereka, emak dan mbahkung, yang berusaha mengumpulkan uang untuk diberikan setiap aku
hendak kembali ke perantauan. Biasanya tiga ratus ribu. Jumlah yang sangat
banyak, banyak sekali. Terlebih mengingat kondisi emak dan mbahkung, yang
tak lagi muda dan mampu mendapat uang dengan mudah. Namun mereka tetap ingin
memberikan dan mengusahakan uang saku tersebut untukku.
Adalah
mereka, emak dan mbahkung, yang di mata senjanya tetap memaksakan diri untuk memasak
ikan patin, ikan favoritku, tiap kali aku pulang ke kampung halaman. Ikan patin
yang dibumbu pedas, persis seperti kegemaranku. Padahal aku tahu benar jika mereka bukanlah penyuka makanan pedas. Empat
bungkus diberikannya padaku dan satu sisanya mereka makan berdua. katakan
padaku, adakah hal yang lebih manis dari itu?
Adalah
mereka, emak dan mbahkung, yang seringkali bertanya kapan aku menikah. Bukan karena
apa-apa, mereka hanya khawatir mereka tidak bisa hadir nanti, nanti beberapa
tahun lagi, mengingat ‘kepulangan’ senantiasa membayangi masa senjanya. Aku
sudah seringkali lebih dulu ditinggalkan kakek nenekku yang dulunya juga pernah berjanji
hadir pada saat pernikahanku. Aku bersedih tiap kali mengingat itu. Sangat
sedih. Namun aku berpasrah padaMu, ya Tuhan. Engkau pemilik skenario terbaik
dan aku yakin akan hal itu.
0 komentar:
Posting Komentar