![]() |
Zaman SD |
![]() |
Zaman SMP |
![]() |
Zaman SMA |
![]() |
Zaman Kuliah |
Assalamu’alaikum warahmatullahhi wabarakatuh, semoga kita semua selalu dalam lindunganNya.
Galibnya, nama adalah sebuah anugerah yang diberikan dengan segenap harapan dan doa dari orang tua kita. Nama bisa diambil dari mana saja, dari nama tokoh besar, dari bahasa jawa kuno, bahasa arab, inggris, perancis, jepang, sansekerta, atau bahkan menjiplak nama artis yang lagi hits belakangan ini. Tapi namaku ternyata tak memiliki arti khusus seperti kebanyakan orang, namaku diambil dari buku telepon PLN tahun 90-an (buku tebal bewarna kuning putih yang berisi nomor telepon pelanggan telpon rumah), sedih? miris? Ya mungkin sedikit lah.
Setelah aku konfirmasi, ternyata namaku adalah paduan beberapa nama yang orang tua saya temui dan sukai dalam daftar itu, termasuk juga nama kedua adikku, Syairozie Jufrizal Hidayah dan Anastasya Tri Andriani Hidayat. Namun ciri khasnya selalu ada nama Hidayat untuk wanita dan Hidayah untuk laki-laki, well itu adalah nama belakang bokap gue, Slamet Hidayat. Setiap anak perempuannya selalu diawali dengan AN... itu diambil dari nama kecil ibuku yang sering dipanggil A’an padahal namanya Yuni Andriana, ya bisa lah walaupun agak maksa :D
Tapi satu hal yang kuyakini, nama adalah sebuah berkah. Aku suka dan bangga sekali dengan namaku, AMH. Entah, semacam keren aja (itu perasaanku aja keles :D). Setiap kali berkenalan aku selalu memperkenalkan diri dengan nama ANISTIA, tapi seringkali diprotes karena dianggap kepanjangan, padahal aku mempersilakan mereka memanggilku apa saja dari nama itu, bisa anis, isti, tia atau yang lain tapi tetep saja dikomentari --“
Well, waktu kecil aku sering dijailin dengan dipanggil, Anistia Malinda O'O.. aku sendiri gag paham maksutnya itu apa, tapi setiap kali mengingat ekspresi orang yang panggil aku gitu itu seperti melihat ekspresi orang yang happy banget, puas gitu kalo namaku jadi weird. Emang aku dulu terkenal di seluruh penjuru desa, bukan karena apa-apa tapi karena nakalnya aku itu bikin geger warga desa, apalagi pas nangis katanya.
Isti, adalah nama akrabku waktu kecil, itu adalah nama kecilku sejak aku sekolah di Taman Kanak-Kanak (TK) hingga bangku Sekolah Dasar (SD). Isti itu terkenal sekali waktu SD, karena emang gag pernah gugur dari peringkat I selama enam tahun berturut-turut dan juga anak dari komite sekolah, gag heran bukan? Isti juga satu-satunya yang bisa berbicara bahasa inggris dengan lancar bahkan sering ditanya oleh guru bahasa inggrisku saat itu walaupun aku pikir aku masih ‘blepotan’ kalau ngomong dan cenderung ‘menghafal’ kata setiap kali ngomong. Dan aku pikir semua itu wajar, karena aku merasa pendidikan disana lack of facilities banget, bahkan bahasa inggris dan komputer baru diajarkan di kelas lima dan kebanyakan termasuk guru ‘senior’ yang mengajar dengan gaya klasik zaman dahulu (you know lah gimana itu). Syukurlah orang tuaku bukan orang yang tidak peduli pendidikan, itu sebabnya aku sering les diluar, les bahasa inggris, les renang, dan les komputer. Sedangkan teman-temanku yang lain? Boro-boro mau les, sekolah aja udah niat gag niat kalo gag gitu emang gag ada support dari orang tua. Untuk itulah aku sangat bersyukur diberi Allah kesempatan yang luar biasa hebat.
Selepas SD, aku adalah satu-satunya murid dari SDku yang diterima di Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) Sekolah Menengah Pertama favorit di Mojokerto, SMPN 1 Kota Mojokerto, jadi disaat temen-temen semua bingung cari sekolah dengan menyerahkan ijazah dkk aku sudah tenang-tenang di rumah. Di SMP pun, aku tetap memperkenalkan diri dengan nama ISTI, kecuali guru-guruku yang memanggilku anistia karena itu nama yang ada di daftar hadir dan kecuali anak-anak usil yang memodifikasi panggilanku seperti mbik, che, chebok, chebokbhhdt, entah apalah itu –“. Aku yang dulunya apa-apa kembali memulai dengan tidak apa-apa disana, karena teman-teman baruku bukan lagi anak desa yang cenderung kurang peduli pendidikan, tapi anak kota yang sudah update dan anak kabupaten yang begitu gigih berusaha. Persaingan ketat meraih predikat terbaik mulai gencar aku rasakan, aku mungkin terpuruk di awal namun aku kembali bangkit dan pernah mendapat peringkat I beberapa kali namun tak pernah lepas dari 3 besar paralel. Nama isti pun bukan nama yang asing di sekolah, apalagi setelah terpilihnya aku menjadi wakil Jawa Timur dalam Olimpiade Sains Kota 2010. Namaku lebih kencang dielu-elukan, padahal aku merasa itu keberuntungan.
Setelah satu minggu berada di Medan dan bertemu dengan banyak kontingen dari provinsi lain, aku mulai dipanggil dengan nama lain lagi oleh teman-teman baruku, ada yang memanggilku nis karena namaku anistia, ada yang manggil tia, karena kebiasaan orang Sulawesi untuk memanggil dengan nama akhir katanya.
Berbeda lagi waktu Sekolah Menengah Atas (SMA), aku yang selalu memperkenalkan diri dengan nama anistia sampai akhir pun aku dikenal dengan nama anistia, ya walaupun dipanggil nis juga sih kalo pendeknya. Tapi nama anistia lebih santer terdengar waktu itu, kecuali teman-teman deketku, fenni panggil aku ngae, sidiq panggil aku venus, titin panggil aku heb, luthfi dan beberapa orang karena kebiasaan panggil aku tante, danny dan januar panggil aku mbak, vinny yang notabene temen SMP ku konsisten panggil aku che, hanna juga tetep panggil isti(k) karena sudah kenal dari SD, pernah seclub renang juga kalo sama hanna, bustomi panggil aku nuna, uyuk panggil aku anyos, mantan panggil aku teteh, oiya dhandhan yang selalu iseng panggilnya anus -_- Ya lucu lah, SMA itu masa yang paling meninggalkan kesan tersendiri buatku, apapun panggilannya aku rasa itu tanda sayang jadi aku ndak akan pernah marah. Namun aku bukan termasuk siapa-siapa disana, ya 10 besar lah, tapi pernah kedepak juga sekali wkwk. Bukan untuk disesali sih, karena hukum sebab akibat itu berlaku menurutku, aku dengan gayaku yang nyantai kayak SD, SMP, dan baru belajar kalo ada ulangan, susah lah mau mengungguli mereka siswa-siswi terbaik Jawa Timur, yang rajin belajar hingga larut. Apalagi aku pernah terforsir untuk memikirkan urusan pacaran yang sok dewasa, haha.
Sekarang, sudah saatnya aku kembali ke fitrah, memperbaiki diri untuk bisa mendapat yang ‘terbaik’ nantinya, karena wanita baik-baik hanya untuk laki-laki baik-baik, itulah janjiNya. Terbaik dalam segala hal, moral, akhlak, kecerdasan, kesabaran, kegigihan, semua hal yang kini sedang aku persiapkan untuk menyambut masa depan. Berharap roda itu kembali mencapai puncaknya, kini aku kembali memperkenalkan diri dengan nama kecilku, perkenalkan namaku isti =)
Semoga setelah membaca ini anda pun dapat selalu mensyukuri setiap nama yang sudah orangtua anda berikan, karena sesungguhnya Allah itu menambah nikmat pada orang-orang yang senantiasa bersyukur. Akhir kata, wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
0 komentar:
Posting Komentar