Sabtu, 05 September 2015

PHP, Siapa yang Salah?



sumber : http://drise-online.com

Mungkin kamu sudah nggak asing lagi dengan istilah PHP, bukan? PHP marak terdengar satu dua tahun belakangan ini. PHP mulanya dicetuskan sebagai singkatan dari Pemberi Harapan Palsu namun sekarang juga seringkali diplesetkan menjadi ‘Pemberi Harapan Pasti’, yang notabene memiliki arti yang berlawanan. Dengan beragamnya media sosial dan hits-nya pemakaian media sosial di kalangan remaja, membuat istilah ini dengan cepat ter-disseminasi bak efek viral, yang membuat hampir setiap telinga kawula muda akrab dengan istilah ini.
Istilah PHP tak hanya digunakan untuk mereka yang sedang ‘merasa’ menjalin kasih namun juga dalam kehidupan pertemanan sehari-hari. Mengapa saya katakan merasa? Karena biasanya sih sepihak doang yang merasa, melibatkan perasaannya, bukan keduanya seperti pasangan pada umumnya. Istilah PHP dalam kehidupan sehari-hari digunakan sebagai ekspresi kekecewaan seseorang ketika sudah merencanakan sesuatu namun pada akhirnya dibatalkan sehingga berakhir sebagai wacana belaka, misalnya si A menjanjikan nonton bola tetapi pada akhirnya dia membatalkannya tanpa alasan yang logis, nah itu yang akhirnya membuat kita mengatakan si A itu PHP, terlebih jika dia sering melakukan hal yang sama, dia pasti dijuluki dan dicap sebagai tukang PHP. Kalau proses labelling sudah terjadi, maka akan sulit baginya, orang yang suka PHP, untuk mendapat kepercayaan orang lain lagi. Namun yang mau saya kemukan lebih lanjut adalah istilah PHP yang terjadi pada sepasang muda-mudi yang hanya salah satu diantaranya yang menganggap hubungannya lebih dari sebatas “teman”.
Dirunut dari pengalaman maupun cerita dari teman, saya kemudian menyimpulkan beberapa hal yang membuat istilah PHP muncul di benak insan muda sekalian. Ada tiga hal fundamental yang layak dijadikan pertimbangan sebelum istilah itu muncul dalam benakmu sebelum kamu men-judge seseorang sebagai tukang PHP.
Yang pertama, salah satu pihak, entah si cewek atau cowok, bereaksi terlalu berlebihan ketika menjalani masa yang dianggapnya pendekatan. Karena selama proses itu hanya dia yang memang begitu mengharapkan. Sedangkan di lain pihak, si doi merasa biasa aja. Sedikit saja ada ucapan ‘lebih’ dari si doi, dia pasti senengnya minta ampun, contohnya si doi mengatakan, “okay selamat tidur, mimpi indah ya”. Jika kita kemudian memposisikan diri sebagai pihak ketiga, pihak yang netral, pemikiran logis kita akan mengatakan jika itu hanyalah general atau common things. Akan tetapi itu akan terlihat beda bagi dia yang memang suka, apalagi jika hal ini terjadi pada wanita yang notabene merupakan makhluk yang tercipta untuk bisa ‘lebih’ merasa. Sehingga tak heran jika wanita menjadi ikon yang seringkali identik dengan dominasi perasaan daripada pikiran. Karena itulah, istilah PHP juga lebih banyak terlontar dari lisan kaum wanita daripada kaum pria.
Dia yang dari awal memang sudah suka duluan atau mengharap duluan pasti merasa timpang jika di kemudian hari, saat dia memberanikan diri untuk menyatakan perasaannya pada si doi, namun akhirnya ditolak dengan alasan yang memang cukup rasional, misalnya ternyata selama ini si doi hanya menganggap dia sebagai adik kecil, sahabat, dll. Sakit ya? Haha
Yang kedua, cewek atau cowok tersebut memang baik pada semua orang. Sehingga tak ada niatan lebih, si doi yang kamu maksudkan hanya ingin berbuat baik, menghargai dirimu –dan siapa saja- pada saat percakapan berlangsung dan berusaha menghindari kata-kata yang mungkin akan membuatmu sedih. Jika dipikir secara rasional, bukankah itu adalah sebuah kebaikan? Hehe
Okay wait, jangan marah dulu ^^. Dalam setiap agama pasti mengajarkan kita tentang darma, berbuat kebaikan, sehingga kamu juga tidak boleh menyalahkan si doi ketika akhirnya cerita cinta yang ingin kamu rajut, pupus begitu saja setelah tahu niatnya hanya ingin berbuat baik. Namun yang perlu digarisbawahi disini adalah bersikap atau berbuat baik bukan berarti boleh “berlebih-lebihan”. Karena pada dasarnya setiap orang diciptakan dengan insting yang namanya perasaan, jadi kita juga wajib memperhitungkan keterlibatannya dalam sebuah hubungan. Jika kamu “baiknya” terlalu berlebihan akhirnya justru akan menimbulkan rasa sayang, peduli, dan penuh perhatian, misalnya ketika kamu sakit, si doi adalah orang pertama yang paling khawatir dan membelikan obat atau membuatkan coklat panas agar kamu bisa merasa lebih baikan.
So, batas “baik” yang benar itu gimana? Ya nggak ada yang tahu juga sih, karena itu bukan merupakan besaran kuantitatif yang dapat dinyatakan dalam angka, namun kamu hendaknya dapat mengira-ngira sejauh apa batasannya, yes your heart knows. Mungkin sebagian berpikir jika hal seperti itu sebenernya wajar dilakukan oleh seorang sahabat, namun ketika hal-hal manis dilakukan berulang kali dan percakapan diantaranya terjalin begitu “lebih” layaknya pasangan yang sedang menjalin kasih maka tak jarang hal itu pasti akan memunculkan rasa “kepedean” atau ke-GR-an” diantara salah satunya.
Yang ketiga ini mungkin yang paling sering kita geramkan. Kali ini memang dasar si cowok atau si cewek yang salah haha. Karena entah pihak si cowok atau si cewek yang memang sengaja “menebar jala”. Alih-alih menggunakan status single, dia kemudian mendekati (biasanya cowok) ataupun menerima dengan respon positif (biasanya cewek) pada lebih dari satu orang, iya para ikan di lautan sana haha. Jika jalanya berhasil menangkap satu ikan, ya lumayan lah masih bisa makan ikan, tapi kalau lebih dari satu ikan, ya lumayan bisa makan banyak ikan haha. Entah apa maksud dan tujuannya, yang jelas mereka melakukannya karena sebuah alasan. Tapi itu sangat menyakitkan bukan? Terlebih bila kamu pernah jadi korban dari postulat ketiga ini pasti kamu langsung flashback dan kemudian baper. Pukpuk sayang, ingatlah bahwa dirimu pantas bahagia!
Mungkin aku punya sedikit tips buat kalian yang pernah menjadi korban dari postulat ketiga tersebut haha. Ketika kamu merasa dekat atau mulai merasa nyaman ketika dekat, carilah dulu informasi tentang orang tersebut, yaa istilah kekiniannya, kepo in dulu tuh doi, dia orang yang seperti apa. Mencari info tentangnya juga akan membuatmu belajar mengenai karakter dia. Jika dia bukan termasuk orang yang update di sosial media, coba dekati teman dekatnya kemudian bertanya-tanya lah tentang dia. Cara yang terakhir untuk mencari informasi adalah menjadi semakin dekatlah dengannya, hingga dia sendiri yang akan cerita padamu. Takut dia berbohong dan mengarang cerita? Don’t worry, proses mencari tahu itu nggak mungkin bisa dilakukan satu dua hari aja ya, bahkan mungkin bisa sampe berbulan-bulan, jadi selama proses tersebut pelajari dulu karakter bicara, sms, atau chatnya, kemudian kamu dapat menyimpulkan, apakah dia orang yang bisa memegang janji/komitmen atau bukan, apakah dia orang yang bisa dipercaya atau tidak. Yang terpenting dalam proses ini adalah jangan mendahulukan perasaanmu, dahulukan pikiran rasionalmu!
Lantas siapa yang SALAH? Bagiku tak ada yang salah saat orang berbicara mengenai cinta, perasaan yang muncul begitu saja. Yang salah adalah mereka yang tidak bisa mengendalikan perasaannya. Atau salah seorang teman saya mengatakan, mereka yang terlalu “memanjakan” perasaannya.  Apa maksudnya? Maksudnya adalah mereka yang membiarkan cinta itu grows wild, uncontrollable, sehingga bisa membuat kita memandang hal salah menjadi benar, warna hitam terlihat putih. Dan kamu seoranglah yang punya kendali atas apa yang ada pada dirimu. Ingatlah sobat, cinta yang baik itu juga mendatangkan kebaikan pada diri kita. Kalau kata pak Mario Teguh, cinta yang hebat itu adalah cinta yang bisa saling menghebatkan pasangannya.
                Semoga harimu berkah! ^^

0 komentar:

Posting Komentar