Kamis, 12 Januari 2017

Diary Tanah Rantau Part #7

Hadirnya Dia

       Sudah sekitar dua bulan ini aku hidup bersama sosok ‘kakak’ yang baru-baru ini membawa warna sangat baru di hidupku. Asek. Semenjak ada dia, aku merasa punya teman hidup, temen jalan, dan temen tidur. Taraaaa... namanya Mbak Winda Ratri. Bak kakak beradik beneran, kita udah bebas banget mau pinjem apa aja langsung pakai. Kalau aku seringnya minjemin jilbab mbaknya. Secara dear, koleksi jilbab mbaknya itu buanyak banget dan cocok kalau kupakai. Hihi.
        Meskipun sama-sama berprinsip ekonomis, tapi kalau masalah fesyen, aku masih kalah sama mbaknya. Jadilah berkat mbaknya, aku tau sedikit referensi toko online mana yang murah, kapan aja ada promo, dan sifat atau karakter bahan pas dipakai. Sedikit-sedikit juga tahu tentang apa itu maskara dan gimana cara pakainya, warna lipstik, pun merknya. Haha. Belajar liat orang dandan tipis-tipis meskipun at the end, aku selalu polosan pakai bedak aja.
      Pernah, suatu saat aku mau ke undangan nikahan dan iseng-iseng pengen nyoba maskara, foundation, dan lain-lain yang tentu kesemuanya punya mbaknya. Hahaha. Karena mbaknya nggak ada di kosan, akhirnya aku disuruh eksperimen sendiri dengan berbekal video tutorial di youtube. Keliatannya sih sepele, gampang banget gitu di videonya, tapiii... It takes more than 3 hours! Masih mending kalau berhasil. Yap, aku gagal, cuy! At the end, aku kudu susah payah hapus make-up gagalnya dan berangkat polosan lagi haha.

Duh, suami nanti tolong kursusin aku make-up dulu, ya! XD

Percakapan I
       “Nis, ada harbolnas bulan ini. Nis, ada diskon baju ini, bagusss. Aku beli nggak ya?” Memasang muka berharap aku jawab iya
       “Nggak mbak. Klambi sampean wes akeh (re: baju kamu masih banyak)”, jawabku dengan muka datar sambil mainan HP
        “Duh, junior, junior! Galak amat” Pakai nada yang khas banget hahaha
        “Ampun senior! Hahaha” dan selalu kusambut tawa

Percakapan II
       “Duh, aku pakai apa ya, Nis nanti pas datang nikahan? Aku nggak punya baju.”
     “......” Aku nggak jawab apa-apa, cuma melirik tumpukan bajunya yang dua kali lipat jumlah bajuku di lemari
       “Duh, junior, junior.”
       “Hahaha.”

Percakapan III 
       “Duh, Nis mataku perih.”
       “Jangan diucek-ucek mbak. Biarin aja.”
       “Nggak kok, aku cuma bersihin air matanya ini loo.”
      “Nggak usah dibersihin, kadang tangannya suka usil ikut ucek-ucek mata. Udah biarin aja. Bawa tidur aja.”
       “Junior, junior. Galak e”
Dan aku cuma bisa ketawa setiap kali mbaknya bilang itu. Lah, suruh sapa yak tanya ke aku. Haha. Tapi senengnya mbaknya abis itu beneran tidak menyentuh bagian matanya sama sekali. Dan dicoba memejamkan mata hendak tidur. Dan terbukti lebih cepet sembuh. Dan akhirnya bilang makasih ke aku. Daaaaan.... aku seneng aja haha

       Aku dan mbaknya punya kepribadian yang cukup berbeda. Dalam hal asmara misalnya, mbaknya itu tipe orang yang wajib harus kudu dihubungi terus. Bagi dia itu adalah kunci hubungan. Nah, kalau aku lebih suka sama yang biasa aja, nggak sering-sering kontak. Bosen serius. Apalagi pertanyaannya creepy banget, lagi apa? Hehe. I am a kinda person who prefer to put my trust on someone whom I love. Asal dia ‘ngabari’ aja kalau dia lagi sibuk, I won’t disturb. I will wait until he text me first. Itu kalau masih deket-deketan aja. Kalau nikah, aku gatau karena aku kan belum pernah tahu kehidupan nikah :p
    Hal lain lagi yang buat kita beda adalah mbaknya itu nggak suka sepi, nggak suka sendiri. Sedangkan aku lumayan terbiasa dengan kedua hal itu meskipun aku nggak suka menyebutnya kesepian, aku lebih memilih menamainya keheningan. Tapi bukan berarti aku nggak suka rame. Kalau rame emang bewarna dan seru gitu ya tetapi seringnya bikin aku ga produktif. Haha hihi aja. Itu kalau aku. Hal yang membuatku betah dan nyaman dengan keheningan adalah karena aku bisa bebas melakukan apa aja. Merenungi apa aja. Bahkan menangis sejadi-jadinya.
     Meskipun punya hobi dan kepribadian yang berbeda, mbaknya sudah kuanggap seperti mbak sendiri. Baik banget gilak! Meski aku sering banget jadi adek yang menyebalkan bagi mbaknya hahaha. Apalagi saat aku cuma jawab, “he’eh, iya, apa mbak?, iyasih” terus mbaknya kecewa kayaknya hahaha. Maaf ya, mbakcu! Bukan aku nggak menghargai, kalau sedang fokus mengerjakan sesuatu, aku memang jadi sulit diganggu. Mungkin mbaknya belum mengerti itu. Maafkan adekmu yang suka sok sibuk ini ya, mbak. Sebagai gantinya rindu, kutulis tulisan ini untuk sampean yang sekarang sedang di kampung halaman.


            Aku rindu mbakcu.

2 komentar: