Belajar Dari Buku “Lautan Langit”
Nah
ini dia nih, tulisan yang berhasil mengerem niatanku untuk mengikuti anjuran
menikah muda haha. Banyak benernya mengingat emosi remaja yang anjlok naik turunnya dan sudah banyak
kasus pernikahan terlalu dini yang berujung perceraian. No offense. Menikah sangat butuh kesiapan mental, berpikir untuk
bukan lagi tentang “aku” tapi “kita”. Sounds
that easy but hmm...
“Dalam sebuah obrolan sore, seorang ibu dari temanku mengatakan
kepada anak perempuannya, “Kamu nikahnya nanti dulu, biar habis dulu egonya.”
Kalimat itu
terngiang-ngiang dan aku mau menuliskan hikmah yang kudapatkan. Perihal
menghabiskan ego ini menarik dan aku berkaca pada diriku sendiri sepanjang 2014
kemarin.
Benar sekali,
sepertinya kemarin egoku belum habis. Ada banyak hal yang masih ingin
kulakukan, impikan, dan lain-lain. Hampir semua bersifat personal. Seperti
egoku terhadap mainan-mainan yang ternyata hari ini jumlahnya sudah ratusan.
Egoku terhadap ini dan itu pun terbilang cukup banyak. Egoku ingin membeli ini
dulu, itu dulu. Bahkan ingin ke mana dulu dan lain-lain.
Hari ini aku
belajar bahwa ternyata menghabiskan ego sebelum menikah itu penting. Bila telah
menikah kita sudah bukan lagi hidup seorang diri dengan tujuan dan impian
sendiri tapi bersama.
Aku tidak mau
saat menikah nanti, aku hanya memikirkan tentang kesenanganku sendiri, itu kuncinya.
Karena ada kehidupan lain yang nantinya akan aku bersamai langkahnya.
Sepanjang 2014
itulah aku menghabiskan ego tersebut. Hari ini masih tersisa sedikit dan insyaAllah segera habis. Setelah itu,
setiap impian bahkan keinginanku akan lebih mudah dikompromikan dan bisa dengan
mudah disinergikan.
Bila kita masih
banyak keinginan pribadi, mau keliling Indonesia, beli ini itu, pengen begini
begitu, habiskanlah semua ketika kita masih sendiri. Karena kelak setelah
menikah, bila kita tidak mampu mengelola dan mengkomunikasikan hal tersebut
dengan baik, justru bisa menjadi pemicu masalah. Padahal sebenarnya itu bukan
masalah. Hanya karena ego kita belum habis, kita merasa pasangan kita tidak
mendukung bila pendapat kita berseberangan.
Aku belajar
tentang itu sepanjang 2014. Hari ini, ketika ego pribadi kurasa telah berkurang
banyak, aku akan melanjutkan impianku nanti, melalui diskusi bersama orang yang
tepat. Orang yang akan menjadi bagian dari rencana-rencana hidup yang akan
dibuat itu.
Bukankah
demikian? Jangan sampai dia tidak ada dalam rencana hidupku karena dia sudah
ada dalam hidupku, kan? Bila keinginan kita masih tentang diri kita sendiri,
habiskanlah.
Karena memilih
untuk menikah itu bukan tentang siapa lebih cepat tapi tentang kesiapan.
Menghabiskan ego akan membuat kita menjadi pribadi yang lebih leluasa hatinya,
lebih mudah diajak bicara, dan lebih fleksibel mengubah keinginan.
Hidup sendiri itu memang menyenangkan, kita tidak perlu mendiskusikan dengan siapa pun tentang apa yang kita inginkan. Tapi hidup berdua jauh lebih menarik bukan?“
hm
BalasHapus