Sabtu, 19 September 2015

Bukan Baper Biasa




Istilah yang lagi hits dan santer terdengar juga belakangan ini adalah baper. B-A-P-E-R.  Entah siapa yang mempopulerkan istilah ini pertama kali namun istilah ini begitu mengemuka di kalangan remaja. Baper adalah akronim dari “BAwa PERasaan”. Baper seringnya diungkapkan/dikatakan saat kita tiba-tiba flashback ke masa lalu, menyertakan perasaan di dalamnya, dan tanpa disadari juga mengubah mimik muka sedemikian rupa hingga terlihat senang ataupun sedih, tapi dominan sedih dan galau sih kayaknya hehe.
Bak efek viral, anak-anak muda sekarang seringkali mengucapkan kata-kata ini, padahal sebenernya yang dimaksud juga nggak baper. Melamun sedikit dibilang baper. Sedih sedikit dibilang baper. Pokoknya sedikit-sedikit dibilang baper lah. Tidak ada yang salah dengan istilah ini sebenarnya, namun bagi kebanyakan orang baper hanya difokuskan dalam satu ruang cakupan yaitu baper mengenai perasan a.k.a asmara. Nah ini nih yang akan saya ulas kali ini.
Sore ini saya melakukan games truth or dare, biasa sih, tetapi menjadi tidak biasa karena saya melakukannya bersama rekan dan senior-senior saya di IPTEK dan Jurnalistik Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. Membuka kartu demi kartu dari perseorangan yang terlibat dalam permainan. Yah kamu tahu lah, truth or dare ujung-ujungnya dominan menyangkutpautkan masalah hati a.k.a perasaan. Sehingga terdengarlah istilah baper itu berkali-kali. Hahaha
Singkat cerita, salah seorang senior saya yang notabene juga merupakan senior kos saya, menentang keras baper yang ada kaitannya dengan masalah cinta-cintaan. Dan berhubung saat ini saya juga lagi jomblo dan tidak sedang melibatkan perasaan berlebih dengan siapapun, saya otomatis mendukung pernyataannya haha. Karena apa? Karena saya tahu, mereka yang baper pasti akan lebih mengedepankan/mendahulukan perasaan mereka ketimbang logikanya. Entah bagi pihak laki-laki atau juga perempuan. Namun seperti yang banyak tertuliskan di artikel atau buku-buku, wanita digambarkan dengan dominasi perasaan ketimbang pikiran, sebaliknya laki-laki diciptakan berkebalikan. Sehingga baper akut cenderung menyerang wanita daripada pria. Kan curang yak wkwk

Makanya tak heran jika ada hadist yang juga menyinggung masalah ini:
“cintailah orang yang kamu cintai sewajarnya, boleh jadi pada suatu hari kelak ia akan menjadi orang yang engkau benci. Dan, bencilah orang yang kamu benci sewajarnya, boleh jadi pada suatu hari kelak ia akan menjadi orang yang engkau cintai.” (HR. At-Tirmidzi)

Tentu saja, secara naluri kemanusiaan, kita terutama kaum wanita pasti sangat senang jika pasangan kita mencurahkan semua kasih sayangnya, menempatkan kita pada posisi ratu tertinggi dalam hatinya, dan memanjakan kita dengan cintanya yang teramat dalam. Namun berhati-hati dan waspada juga tidak ada salahnya, bukan bermaksud suudzon kepada pasangan namun Allah sendiri membenci kita jika menyukai sesuatu yang bercap “duniawi” itu terlalu berlebihan, melebihi cinta kasih kita padaNya. Namun bukan berarti kita lantas berhenti dan membatasi diri untuk membahagiakan pasangan. Berlaku lebih untuk menyenangkan pasangan adalah sebuah keniscayaan, keharusan, terlebih jika statusnya sudah suami-istri, namun kita juga wajib mengontrol perasaan yang tumbuh karenanya.
Jadi intinya jangan sampai kamu terserang penyakit 3B ya, Bukan Baper Biasa. 3B sebenarnya merupakan ungkapan pribadi saya yang menggambarkan suatu kondisi dimana pikiran dan perasaanmu berjalan timpang, cenderung lebih menonjolkan perasaan. Bahayanya apa? Seseorang yang terkena 3B cenderung lebih emosional, lebih mengedepankan perasaannya atau bahkan egonya. Mereka yang seperti itu umumnya bisa terlihat terlalu sayang, terlalu merasakan sakit, terlalu cemburu, terlalu sentimen, pokoknya yang terlalu-terlalu. Hingga tak jarang yang juga mengakhirinya dengan aktivitas yang membahayakan dirinya sendiri. Seperti contoh:
Si A dan si B sudah pacaran bertahun-tahun dan sebentar lagi berencana menikah, namun pada akhirnya si A memutuskan hubungan tersebut. Si B otomatis galau dan baper akut kan. Lihat foto ketika lagi berdua, baper. Lihat barang yang dibelikan dia, baper. Baca ulang pesan dan chat dia, baper. Tak jarang yang akhirnya terkesan menghukum diri setelahnya, seperti males makan yang berujung tidak makan, mudah banget uring-uringan, diam dan mengurung diri dari lingkungan sekitar, masa bodo dengan masa depannya, nangis terus sampai badan menjadi kurus dll. Yang kena imbas pada akhirnya siapa? Jelas yang pertama adalah keluarga dan tak lupa juga teman-teman dekatnya. Baper yang terus-terusan ini seolah membuat dia menjadi satu-satunya individu yang paling menderita. Ia seolah menjadi buta, tak tahu lagi mana yang benar mana yang salah. Kan ayahab” yak mblo! Haha
Jadi mulailah mencoba menyeimbangkan semuanya. Mencintai secukupnya, membenci sewajarnya, dan bersyukur sebanyak-banyaknya. Semoga bermanfaat! ^^


0 komentar:

Posting Komentar