Sabtu, 10 Oktober 2015

Bandung Siap Dipelihara oleh Sampah


Kepulan asap kendaraan yang lalu lalang, bisingnya kendaraan, dan teriknya sinar matahari tidak menghalangi seorang bapak yang cukup renta untuk mendorong gerobak sampahnya mengelilingi Kota Bandung. Tanpa jemu selama 20 tahun bapak renta yang akrab disapa Pak Edi, mengumpulkan sampah-sampah pinggiran Kota Bandung yang kian hari kian beragregasi seiring dengan banyaknya pendatang yang menambah sesak Kota Bandung. Selain karena profesi, pekerjaan ini memang sudah jadi hobi. Sampah-sampah yang dikumpulkan oleh Pak Edi dan rekan-rekan, pada akhirnya akan tertambat di TPA Sarimukti. Semakin lama semakin menggunung. 
Dalam bukunya Review on The Climate Change, Stren mengemukakan bahwa sampah menyumbang 3% dari peningkatan gas rumah kaca. Dalam beberapa dekade terakhir, gas rumah kaca seperti CO2, metana, dan NO menjadi momok atmosfer bumi terkait masalah pemanasan global. Pemanasan global yang berkelanjutan merupakan salah satu faktor pemicu semakin kencangnya laju perubahan iklim. Sampah yang dibiarkan menggunung dan tidak dikelola dengan baiklah yang selanjutnya disinyalir menjadi faktor pemercepat laju perubahan iklim. Hal ini disebabkan oleh proses pembusukan sampah tersebut akan menghasilkan gas antara lain metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2) yang merupakan penyebab terjadinya pemanasan global.
Belum lagi jika sebagian orang masih tetap melakukan pembakaran pada sampah-sampah tersebut. “Sampah yang ditampung di TPA Sarimukti tidak hanya berasal dari Kota Bandung namun juga dari Cimahi dan Bandung Barat. Padahal dari Kota Bandung saja, setiap harinya menghasilkan 1500 ton sampah, dengan estimasi 0,6 kg sampah dihasilkan oleh 2,5 juta jiwa penduduk yang tinggal di Kota Bandung, ke TPA tersebut.” ujar Euis Sri Mulyati S.E., Kabid Hukum dan Humas Perusahan Daerah Kebersihan. Dapat dibayangkan betapa banyak sampah yang tertimbun menggunung di TPA tersebut!




Bagan 1: Proyeksi Timbunan Sampah di Metropolitan Bandung (BPLHD, 2008)


Persoalan mengenai sampah masih saja menjadi sorotan utama berbagai kota besar di Indonesia. Berdasarkan Perusahaan Daerah Kebersihan (PD. Kebersihan) Kota Bandung, beban timbunan sampah di kawasan Cekungan Bandung paling tinggi adalah Kota Bandung yaitu 3,35 m3/m2 dimana pemukiman menyumbang 60% dari keseluruhan total sampah yang dihasilkan. Sehingga diperlukan suatu terobosan yang dinilai ampuh menekan jumlah sampah yang semakin menggunung ini. Salah satu program yang saya tawarkan adalah asuransi bank sampah. Asuransi bank sampah adalah suatu terobosan yang diinisiasi oleh dr. Jamal Albinsaid yang dapat mendatangkan keuntungan dari berbagai sektor baik dari sisi perekonomian, lingkungan, edukasi pembangunan berkelanjutan, dan juga kesehatan. Karena memiliki keuntungan multidimensi itulah penulis kemudian mengangkat terobosan ini agar dapat secara efektif berjalan di Bandung.
 Bank sampah sendiri merupakan suatu sarana yang dilakukan dengan mengumpulkan sampah yang kemudian dipilah-pilah. Hasil pemilahan sampah tersebut kemudian disetorkan ke tempat pembuatan kerajinan dari sampah, tempat pengepul sampah, atau diolah menjadi pupuk organik. Bank sampah dikelola menggunakan sistem seperti perbankan yang dilakukan oleh petugas sukarelawan. Penyetor atau yang dikenal dengan istilah nasabah adalah waga yang tinggal di sekitar lokasi bank serta mendapat buku tabungan layaknya seperti menabung di bank. Sedangkan layaknya sistem asuransi, masyarakat cukup menjadikan sampah sebagai premi asuransi.
Selain dapat mengurangi sampah dan mengangkat status ekonomi masyarakat, asuransi bank sampah dapat dijadikan sarana edukasi berbagai kalangan usia. Jika 2,5 jiwa penduduk Kota Bandung menggunakan setengah sampahnya untuk di tabung di bank sampah, maka hal ini dapat menekan jumlah peningkatan volume sampah sebesar minimal 50% juga. Namun juga tak dapat dipaksakan, sehingga penting mengetahui kesiapan pemerintah sekaligus masyarakat didalamnya terkait rencana pengadaan asuransi bank sampah.
Teriknya sinar matahari ditambah dengan hiruk pikuk lalu lintas kota Bandung pada hari Sabtu, 10 Oktober 2015, tak menghalangi niat saya untuk mengunjungi tempat-tempat yang tiap hari bergelut dengan sampah. Yang pertama adalah Perusahaan Daerah (PD) Kebersihan Kota Bandung. Umumnya yang namanya perusahaan itu pasti motonya adalah profit oriented, namun sayangnya hal ini tidak pernah terjadi di PD Kebersihan Kota Bandung yang notabene berada dibawah naungan pemerintah kota. Pada tahun 2014, jumlah dana yang harus digelontorkan untuk menangani masalah pengolalan sampah sebesar 92 miliar, sedangkan iuran masyarakat yang kurang dari 40% itu hanya mampu menyumbang 22 miliar. Akhirnya pemerintah daerah lah yang harus menutupi besarnya kekurangan dana tersebut.
Secara rasional, tidak akan ada orang yang mau bekerja dalam perusahaan yang non-profit, terlebih tidak ada waktu libur yang diberikan mengingat keberadaan sampah tidak akan bisa absen satu hari pun. Kendati demikian, para karyawan, sukarelawan, dan para pemangku kekuasaan di perusahaan tersebut tidak pernah patah harapan. “Walaupun gaji kami kurang dari UMR daerah, yaitu kurang dari 2,4 juta namun kami tetap menomorsatukan kualitas pelayanannya kepada masyarakat dan menggalakkan berbagai program peduli sampah seperti GPS (Gerakan Pungut Sampah), Jumsih (Jum’at bersih), dan Bank Sampah.” ujar Asep, Kepala Urusan Kebersihan Jalan. Program bank sampah sudah berjalan sekitar 1,5 tahun dan program itu diwajibkan untuk setiap anggotanya. Kabid Hukum dan Humas PD Kebersihan Kota Bandung, Euis Sri Mulyati, SE.,  pun menyambut positif inisiasi adanya asuransi bank sampah meskipun tetap menyadari jika jalannya tidak bisa langsung tetapi step by step, mengingat terbatasnya sarana dan prasarana yang ada.
Tidak hanya itu, kini banyak masyarakat Kota Bandung yang notabene berperan sebagai aktor penyumbang sampah juga antusias terhadap berbagai program pengelolaan sampah berkelanjutan. Hal tersebut dibuktikan dengan  banyak warga masyarakat yang mendatangi kantor PD Kebersihan guna menanyakan kelanjutan program bank sampah, meminta sosialisasi, dll. Tak sedikit dari mereka juga yang sudah ikut menjadi menjadi member bank sampah dan rela mengantarkan sampahnya ke bank sampah yang terletak di Jl. Babakan Sari, Kiara Condong, Bandung. Ketua komunitas masyarakat bank sampah, Bapak Rohaji, pun rutin berkunjung ke PD Kebersihan setiap hari Rabu guna mengumpulkan sampah dari para nasabahnya.
Tidak ketinggalan juga cerita mengenai para pedagang di pasar tradisional Simpang Dago, Bapak Asep, seorang penjual buah-buahan, juga menyebutkan jika keadaan pasar sekarang tidak sekotor dulu dan sudah banyak dari rekan-sekan seprofesinya yang sudah sadar akan pentingnya kebersihan. Sekarang mereka tidak lagi membuang sampah disekitar dan menunggu para tukang sapu jalanan membersihkannya namun mengumpulkannya ke suatu tempat yang nantinya akan diangkut oleh gerobak sampah atau truk-truk sampah.
Begitupun cerita salah seorang warga yang tinggal di daerah complong yang notabene merupakan daerah-daerah cabang pengembangan bank sampah, Ibu Julaena, yang mengaku jika mereka sangat terbantu dengan keberadaan bank sampah karena jika tidak punya uang, beliau dapat membayar tagihan listrik tanpa repot dengan menggunakan tabungannya yang ada pada bank sampah. Ibu Julaena juga menyambut positif jika nantinya bank sampah dapat berkembang menjadi asuransi bank sampah, yang cukup menjadikan sampah sebagai premi asuransinya, sebuah komoditi yang pasti dihasilkan setiap harinya. Sehingga seluruh komponen Kota Bandung dapat terpelihara dengan baik sebagai dampak nyata pengelolaan sampah yang ada.
“Keseriusan yang terlihat baik dari pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat, dan peran serta aktif masyarakat Kota Bandung lah yang membuat saya yakin jika asuransi bank sampah sangat mungkin diterapkan.” Ujar Euis. Hal yang perlu dikaji lebih lanjut adalah pihak yang akan memulai jalannya program asuransi bank sampah tersebut. Mengingat lingkupnya yang begitu kompleks, karena akan juga berhubungan dengan sektor kesehatan dan pendidikan, maka diperlukan tokoh yang dengan sukarela mau memikirkan hajat orang banyak.
Mencari dr. Jamal “lain” tidaklah semudah yang dibayangkan, seorang agent of change yang dapat menyambung lidah pemerintah, dokter, guru, dan masyarakat akan mendapat banyak rintangan. Namun jika ditanggapi dengan serius, Kota Bandung berpotensi besar menjadi salah satu kota percontohan di bidang pengelolaan sampah berkelanjutan. Terlebih mengingat Bandung yang dipenuhi oleh mahasiswa-mahasiswa yang santer dielu-elukan sebagai garda terdepan  perubahan sebuah bangsa, plus  berasal dari seluruh penjuru nusantara, menjadikan Kota Bandung berpeluang besar menjadi maskot percontohan perubahan khususnya dalam hal pengelolaan sampah berkelanjutan.

0 komentar:

Posting Komentar