Kepulan
asap kendaraan yang lalu lalang, bisingnya kendaraan, dan teriknya sinar
matahari tidak menghalangi seorang bapak yang cukup renta untuk mendorong
gerobak sampahnya mengelilingi Kota Bandung. Tanpa jemu selama 20 tahun bapak
renta yang akrab disapa Pak Edi, mengumpulkan sampah-sampah pinggiran Kota
Bandung yang kian hari kian beragregasi seiring dengan banyaknya pendatang yang
menambah sesak Kota Bandung. Selain karena profesi, pekerjaan ini memang sudah
jadi hobi. Sampah-sampah yang dikumpulkan oleh Pak Edi dan rekan-rekan, pada
akhirnya akan tertambat di TPA Sarimukti. Semakin lama semakin
menggunung.
Dalam
bukunya Review on
The Climate Change, Stren mengemukakan bahwa sampah menyumbang 3% dari peningkatan
gas rumah kaca. Dalam beberapa dekade terakhir, gas rumah kaca seperti CO2,
metana, dan NO menjadi momok atmosfer bumi terkait masalah pemanasan global.
Pemanasan global yang berkelanjutan merupakan salah satu faktor pemicu semakin
kencangnya laju perubahan iklim. Sampah yang dibiarkan menggunung dan tidak
dikelola dengan baiklah yang selanjutnya disinyalir menjadi faktor pemercepat
laju perubahan iklim. Hal ini disebabkan oleh proses pembusukan sampah tersebut
akan menghasilkan gas antara lain metana (CH4) dan karbon dioksida
(CO2) yang merupakan penyebab terjadinya pemanasan global.
Belum
lagi jika sebagian orang masih tetap melakukan pembakaran pada sampah-sampah
tersebut. “Sampah yang ditampung di TPA Sarimukti tidak hanya berasal dari Kota
Bandung namun juga dari Cimahi dan Bandung Barat. Padahal dari Kota Bandung
saja, setiap harinya menghasilkan 1500 ton sampah, dengan estimasi 0,6 kg
sampah dihasilkan oleh 2,5 juta jiwa penduduk yang tinggal di Kota Bandung, ke
TPA tersebut.” ujar Euis Sri Mulyati S.E., Kabid Hukum dan Humas Perusahan
Daerah Kebersihan. Dapat dibayangkan betapa banyak sampah yang tertimbun
menggunung di TPA tersebut!
Persoalan mengenai sampah masih saja
menjadi sorotan utama berbagai kota besar di Indonesia. Berdasarkan Perusahaan
Daerah Kebersihan (PD. Kebersihan) Kota Bandung, beban timbunan sampah di
kawasan Cekungan Bandung paling tinggi adalah Kota Bandung yaitu 3,35 m3/m2
dimana pemukiman menyumbang 60% dari keseluruhan total sampah yang
dihasilkan. Sehingga diperlukan suatu terobosan yang dinilai ampuh menekan
jumlah sampah yang semakin menggunung ini. Salah satu program yang saya
tawarkan adalah asuransi bank sampah. Asuransi bank sampah adalah suatu
terobosan yang diinisiasi oleh dr. Jamal Albinsaid yang dapat mendatangkan
keuntungan dari berbagai sektor baik dari sisi perekonomian, lingkungan,
edukasi pembangunan berkelanjutan, dan juga kesehatan. Karena memiliki
keuntungan multidimensi itulah penulis kemudian mengangkat terobosan ini agar
dapat secara efektif berjalan di Bandung.
Bank sampah sendiri merupakan suatu
sarana yang dilakukan dengan mengumpulkan sampah yang kemudian dipilah-pilah.
Hasil pemilahan sampah tersebut kemudian disetorkan ke tempat pembuatan
kerajinan dari sampah, tempat pengepul sampah, atau diolah menjadi pupuk
organik. Bank sampah dikelola menggunakan sistem seperti perbankan yang
dilakukan oleh petugas sukarelawan. Penyetor atau yang dikenal dengan istilah
nasabah adalah waga yang tinggal di sekitar lokasi bank serta mendapat buku
tabungan layaknya seperti menabung di bank. Sedangkan layaknya sistem asuransi,
masyarakat cukup menjadikan sampah sebagai premi asuransi.
Selain dapat mengurangi sampah dan
mengangkat status ekonomi masyarakat, asuransi bank sampah dapat dijadikan
sarana edukasi berbagai kalangan usia. Jika 2,5 jiwa penduduk Kota Bandung
menggunakan setengah sampahnya untuk di tabung di bank sampah, maka hal ini
dapat menekan jumlah peningkatan volume sampah sebesar minimal 50% juga. Namun
juga tak dapat dipaksakan, sehingga penting mengetahui kesiapan pemerintah
sekaligus masyarakat didalamnya terkait rencana pengadaan asuransi bank sampah.
Teriknya sinar matahari ditambah dengan
hiruk pikuk lalu lintas kota Bandung pada hari Sabtu, 10 Oktober 2015, tak
menghalangi niat saya untuk mengunjungi tempat-tempat yang tiap hari bergelut
dengan sampah. Yang pertama adalah Perusahaan Daerah (PD) Kebersihan Kota
Bandung. Umumnya yang namanya perusahaan itu pasti motonya adalah profit oriented, namun
sayangnya hal ini tidak pernah terjadi di PD Kebersihan Kota Bandung yang
notabene berada dibawah naungan pemerintah kota. Pada tahun 2014, jumlah dana
yang harus digelontorkan untuk menangani masalah pengolalan sampah sebesar 92
miliar, sedangkan iuran masyarakat yang kurang dari 40% itu hanya mampu
menyumbang 22 miliar. Akhirnya pemerintah daerah lah yang harus menutupi
besarnya kekurangan dana tersebut.
Secara rasional, tidak akan ada orang
yang mau bekerja dalam perusahaan yang non-profit, terlebih tidak ada waktu
libur yang diberikan mengingat keberadaan sampah tidak akan bisa absen satu hari
pun. Kendati demikian, para karyawan, sukarelawan, dan para pemangku kekuasaan
di perusahaan tersebut tidak pernah patah harapan. “Walaupun gaji kami kurang
dari UMR daerah, yaitu kurang dari 2,4 juta namun kami tetap menomorsatukan
kualitas pelayanannya kepada masyarakat dan menggalakkan berbagai program
peduli sampah seperti GPS (Gerakan Pungut Sampah), Jumsih (Jum’at bersih), dan
Bank Sampah.” ujar Asep, Kepala Urusan Kebersihan Jalan. Program bank sampah
sudah berjalan sekitar 1,5 tahun dan program itu diwajibkan untuk setiap
anggotanya. Kabid Hukum dan Humas PD Kebersihan Kota Bandung, Euis Sri Mulyati,
SE., pun menyambut positif inisiasi adanya asuransi bank sampah meskipun
tetap menyadari jika jalannya tidak bisa langsung tetapi step by step, mengingat
terbatasnya sarana dan prasarana yang ada.
Tidak hanya itu, kini banyak masyarakat
Kota Bandung yang notabene berperan sebagai aktor penyumbang sampah juga
antusias terhadap berbagai program pengelolaan sampah berkelanjutan. Hal
tersebut dibuktikan dengan banyak warga masyarakat yang mendatangi kantor
PD Kebersihan guna menanyakan kelanjutan program bank sampah, meminta
sosialisasi, dll. Tak sedikit dari mereka juga yang sudah ikut menjadi menjadi member bank
sampah dan rela mengantarkan sampahnya ke bank sampah yang terletak di Jl.
Babakan Sari, Kiara Condong, Bandung. Ketua komunitas masyarakat bank sampah,
Bapak Rohaji, pun rutin berkunjung ke PD Kebersihan setiap hari Rabu guna
mengumpulkan sampah dari para nasabahnya.
Tidak ketinggalan juga cerita mengenai
para pedagang di pasar tradisional Simpang Dago, Bapak Asep, seorang penjual
buah-buahan, juga menyebutkan jika keadaan pasar sekarang tidak sekotor dulu
dan sudah banyak dari rekan-sekan seprofesinya yang sudah sadar akan pentingnya
kebersihan. Sekarang mereka tidak lagi membuang sampah disekitar dan menunggu
para tukang sapu jalanan membersihkannya namun mengumpulkannya ke suatu tempat
yang nantinya akan diangkut oleh gerobak sampah atau truk-truk sampah.
Begitupun cerita salah seorang warga yang
tinggal di daerah complong yang notabene merupakan daerah-daerah cabang
pengembangan bank sampah, Ibu Julaena, yang mengaku jika mereka sangat terbantu
dengan keberadaan bank sampah karena jika tidak punya uang, beliau dapat
membayar tagihan listrik tanpa repot dengan menggunakan tabungannya yang ada
pada bank sampah. Ibu Julaena juga menyambut positif jika nantinya bank sampah
dapat berkembang menjadi asuransi bank sampah, yang cukup menjadikan sampah
sebagai premi asuransinya, sebuah komoditi yang pasti dihasilkan setiap
harinya. Sehingga seluruh komponen Kota Bandung dapat terpelihara dengan baik
sebagai dampak nyata pengelolaan sampah yang ada.
“Keseriusan yang terlihat baik dari
pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat, dan peran serta aktif masyarakat
Kota Bandung lah yang membuat saya yakin jika asuransi bank sampah sangat
mungkin diterapkan.” Ujar Euis. Hal yang perlu dikaji lebih lanjut adalah pihak
yang akan memulai jalannya program asuransi bank sampah tersebut. Mengingat
lingkupnya yang begitu kompleks, karena akan juga berhubungan dengan sektor
kesehatan dan pendidikan, maka diperlukan tokoh yang dengan sukarela mau
memikirkan hajat orang banyak.
Mencari dr. Jamal “lain” tidaklah semudah
yang dibayangkan, seorang agent of change yang
dapat menyambung lidah pemerintah, dokter, guru, dan masyarakat akan mendapat
banyak rintangan. Namun jika ditanggapi dengan serius, Kota Bandung berpotensi
besar menjadi salah satu kota percontohan di bidang pengelolaan sampah
berkelanjutan. Terlebih mengingat Bandung yang dipenuhi oleh
mahasiswa-mahasiswa yang santer dielu-elukan sebagai garda terdepan perubahan
sebuah bangsa, plus
berasal dari seluruh penjuru nusantara, menjadikan Kota Bandung
berpeluang besar menjadi maskot percontohan perubahan khususnya dalam hal pengelolaan
sampah berkelanjutan.
0 komentar:
Posting Komentar